Sejarah terbentuknya Negara Jepang
Prasejarah
Jepang
disebut Nippon atau Nihon dalam bahas a Jepang.
Penelitian arkeologi
menunjukkan bahwa Jepang telah dihuni manusia purba
setidaknya 600.000 tahun yang lalu, pada masa Paleolitik Bawah.
Setelah beberapa zaman es yang
terjadi pada masa jutaan tahun yang lalu, Jepang beberapa kali terhubung dengan
daratan Asia melalui jembatan darat (dengan Sakhalin di
utara, dan kemungkinan Kyushu di
selatan), sehingga memungkinkan perpindahan manusia, hewan, dan tanaman ke kepulauan
Jepang dari wilayah yang kini merupakan Republik
Rakyat Cina dan Korea.
Zaman Paleolitik Jepang menghasilkan peralatan bebatuan yang telah dipoles yang
pertama di dunia, sekitar tahun 30.000 SM.
Dengan
berakhirnya zaman es terakhir dan datangnya periode yang lebih hangat,
kebudayaan Jomon
muncul pada sekitar 11.000 SM, yang bercirikan gaya hidup pemburu-pengumpul
semi-sedenter Mesolitik
hingga Neolitik dan
pembuatan kerajinan
tembikar terawal di dunia. Diperkirakan bahwa penduduk Jomon
merupakan nenek moyang suku Proto-Jepang dan suku Ainu masa kini.
Dimulainya
periode Yayoi pada
sekitar 300 SM
menandai kehadiran teknologi-teknologi baru seperti bercocok tanam padi di sawah yang berpengairan dan
teknik pembuatan perkakas dari besi dan perunggu yang
dibawa serta migran-migran dari Cina atau Korea.
Dalam
sejarah Cina, orang Jepang pertama kali disebut dalam naskah sejarah klasik, Buku Han yang
ditulis tahun 111. Setelah peri ode Yayoi disebut
periode Kofun pada
sekitar tahun 250, yang bercirikan
didirikannya negeri-negeri militer yang kuat. Menurut Catatan Sejarah Tiga Negara,
negara paling berjaya di kepulauan Jepang waktu itu adalah Yamataikoku.
Zaman Klasik
Bagian
sejarah Jepang meninggalkan dokumen tertulis dimulai pada abad ke-5 dan abad ke-6
Masehi, saat sistem
tulisan Cina, agama Buddha, dan
kebudayaan Cina lainnya dibawa masuk ke Jepang dari Kerajaan Baekje di Semenanjung Korea.
Perkembangan
selanjutnya Buddhisme
di Jepang dan seni ukir rupang sebagian besar dipengaruhi oleh
Buddhisme Cina. Walaupun
awalnya kedatangan agama Buddha
ditentang penguasa yang menganut Shinto, kalangan yang berkuasa akhirnya ikut
memajukan agama
Buddha di Jepang, dan menjadi agama yang populer di Jepang
sejak zaman Asuka.[15]
Melalui
perintah Reformasi Taika pada
tahun 645, Jepang menyusun ulang
sistem pemerintahannya dengan mencontoh dari Cina. Hal ini membuka jalan bagi
filsafat Konfusianisme Cina
untuk menjadi dominan di Jepang hingga abad ke-19.
Periode Nara pada abad ke-8
menandai sebuah negeri Jepang dengan kekuasaan yang tersentralisasi. Ibu kota
dan istana kekaisaran berada di Heijo-kyo (kini
Nara).
Pada zaman Nara, Jepang secara terus menerus mengadopsi praktik administrasi
pemerintahan dari Cina. Salah satu pencapaian terbesar sastra Jepang pada zaman
Nara adalah selesainya buku sejarah Jepang yang disebut Kojiki (712)
dan Nihon Shoki (720).
Pada
tahun 784, Kaisar Kammu
memindahkan ibu kota ke Nagaoka-kyō, dan
berada di sana hanya selama 10 tahun. Setelah itu, ibu kota dipindahkan kembali
ke Heian-kyō (kini
Kyoto).
Kepindahan ibu kota ke Heian-kyō mengawali periode Heian yang
merupakan masa keemasan kebudayaan klasik asli Jepang, terutama di bidang seni, puisi dan sastra Jepang. Hikayat
Genji karya Murasaki Shikibu dan
lirik lagu kebangsaan Jepang Kimi ga Yo
berasal dari periode Heian.
Zaman Pertengahan
Abad
pertengahan di Jepang merupakan zaman feodalisme yang
ditandai oleh perebutan kekuasaan antarkelompok penguasa yang terdiri dari ksatria yang
disebut samurai. Pada
tahun 1185,
setelah menghancurkan klan Taira yang
merupakan klan saingan klan Minamoto, Minamoto
no Yoritomo diangkat sebagai shogun, dan menjadikannya pemimpin militer yang
berbagi kekuasaan dengan Kaisar. Pemerintahan militer yang didirikan Minamoto
no Yoritomo disebut Keshogunan
Kamakura karena pusat pemerintahan berada di Kamakura (di
sebelah selatan Yokohama masa
kini). Setelah wafatnya Yoritomo, klan Hōjō
membantu keshogunan sebagai shikken,
yakni semacam adipati bagi
para shogun. Keshogunan Kamakura berhasil menahan serangan Mongol dari wilayah Cina kekuasaan Mongol pada
tahun 1274 dan 1281. Meskipun secara politik terbilang stabil, Keshogunan
Kamakura akhirnya digulingkan oleh Kaisar Go-Daigo yang
memulihkan kekuasaan di tangan kaisar. Kaisar Go-Daigo akhirnya digulingkan Ashikaga Takauji pada
1336. Keshogunan Ashikaga
gagal membendung kekuatan penguasa militer dan tuan tanah feodal (daimyo) dan pecah
perang saudara pada tahun 1467 (Perang Ōnin) yang
mengawali masa satu abad yang diwarnai peperangan antarfaksi yang disebut masa
negeri-negeri saling berperang atau periode Sengoku.[19]
Pada abad ke-16, para
pedagang dan misionaris Serikat Yesuit dari
Portugal tiba untuk pertama kalinya di Jepang, dan mengawali pertukaran
perniagaan dan kebudayaan yang aktif antara Jepang dan Dunia Barat (Perdagangan
dengan Nanban). Orang Jepang menyebut orang asing dari Dunia Barat
sebagai namban yang berarti
orang barbar dari selatan.
Oda Nobunaga
menaklukkan daimyo-daimyo pesaingnya dengan memakai teknologi Eropa dan senjata api.
Nobunaga hampir berhasil menyatukan Jepang sebelum tewas terbunuh dalam Peristiwa
Honnōji 1582. Toyotomi
Hideyoshi menggantikan Nobunaga, dan mencatatkan dirinya sebagai
pemersatu Jepang pada tahun 1590. Hideyoshi berusaha menguasai Korea, dan dua
kali melakukan invasi
ke Korea, namun gagal setelah kalah dalam pertempuran melawan
pasukan Korea yang
dibantu kekuatan Dinasti Ming.
Setelah Hideyoshi wafat, pasukan Hideyoshi ditarik dari Semenanjung Korea pada
tahun 1598.
Sepeninggal
Hideyoshi, putra Hideyoshi yang bernama Toyotomi Hideyori
mewarisi kekuasaan sang ayah. Tokugawa Ieyasu
memanfaatkan posisinya sebagai adipati bagi Hideyori untuk mengumpulkan
dukungan politik dan militer dari daimyo-daimyo lain. Setelah mengalahkan
klan-klan pendukung Hideyori dalam Pertempuran
Sekigahara tahun 1600, Ieyasu diangkat sebagai shogun pada tahun
1603. Pemerintahan militer yang didirikan Ieyasu di Edo (kini Tokyo) disebut Keshogunan
Tokugawa. Keshogunan Tokugawa curiga terhadap kegiatan misionaris
Katolik, dan
melarang segala hubungan dengan orang-orang Eropa. Hubungan perdagangan
dibatasi hanya dengan pedagang Belanda di
Pulau Dejima, Nagasaki.
Pemerintah Tokugawa juga menjalankan berbagai kebijakan seperti undang-undang buke
shohatto untuk mengendalikan daimyo di daerah. Pada tahun 1639,
Keshogunan Tokugawa mulai menjalankan kebijakan sakoku
("negara tertutup") yang berlangsung selama dua setengah abad yang
disebut periode Edo.
Walaupun menjalani periode isolasi, orang Jepang terus mempelajari ilmu-ilmu
dari Dunia Barat. Di Jepang, ilmu dari buku-buku Barat disebut rangaku (ilmu
belanda) karena berasal dari kontak orang Jepang dengan enklave orang Belanda
di Dejima, Nagasaki. Pada periode Edo, orang Jepang juga memulai studi tentang
Jepang, dan menamakan "studi nasional" tentang Jepang sebagai kokugaku.
Zaman Modern
Pada
31 Maret 1854, kedatangan Komodor Matthew Perry dan
"Kapal Hitam"
Angkatan
Laut Amerika Serikat memaksa Jepang untuk membuka diri terhadap
Dunia Barat melalui Persetujuan
Kanagawa. Persetujuan-persetujuan selanjutnya dengan
negara-negara Barat pada masa Bakumatsu
membawa Jepang ke dalam krisis ekonomi dan politik. Kalangan samurai menganggap
Keshogunan Tokugawa sudah melemah, dan mengadakan pemberontakan hingga pecah Perang Boshin tahun
1867-1868. Setelah Keshogunan Tokugawa ditumbangkan,
kekuasaan dikembalikan ke tangan kaisar (Restorasi Meiji) dan sistem
domain dihapus. Semasa Restorasi Meiji, Jepang mengadopsi sistem
politik, hukum, dan militer dari Dunia Barat. Kabinet Jepang
mengatur Dewan
Penasihat Kaisar, menyusun Konstitusi Meiji, dan
membentuk Parlemen
Kekaisaran. Restorasi Meiji mengubah Kekaisaran Jepang
menjadi negara industri modern dan sekaligus kekuatan militer dunia yang
menimbulkan konflik militer ketika berusaha memperluas pengaruh teritorial di
Asia. Setelah mengalahkan Cina dalam
Perang Sino-Jepang dan Rusia dalam Perang
Rusia-Jepang, Jepang menguasai Taiwan, separuh dari Sakhalin, dan Korea.
Pada
awal abad ke-20,
Jepang mengalami "demokrasi Taisho"
yang dibayang-bayangi bangkitnya ekspansionisme dan militerisme Jepang. Semasa Perang Dunia I,
Jepang berada di pihak
Sekutu yang menang, sehingga Jepang dapat memperluas pengaruh
dan wilayah kekuasaan. Jepang terus menjalankan politik ekspansionis dengan
menduduki Manchuria pada
tahun 1931. Dua tahun kemudian, Jepang keluar dari Liga
Bangsa-Bangsa setelah mendapat kecaman internasional atas
pendudukan Manchuria. Pada tahun 1936, Jepang menandatangani Pakta
Anti-Komintern dengan Jerman Nazi, dan
bergabung bergabung bersama Jerman dan Italia membentuk Blok Poros pada
tahun 1941
Pada
tahun 1937, invasi Jepang ke Manchuria
memicu terjadinya Perang
Sino-Jepang Kedua (1937-1945) yang membuat Jepang dikenakan
embargo minyak oleh Amerika Serikat. Pada 7 Desember 1941, Jepang menyerang
pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbor, dan
menyatakan perang terhadap Amerika Serikat, Inggris, dan Belanda.
Serangan Pearl Harbor menyeret AS ke dalam Perang Dunia II.
Setelah kampanye militer yang panjang di Samudra Pasifik,
Jepang kehilangan wilayah-wilayah yang dimilikinya pada awal perang. Amerika
Serikat melakukan pengeboman strategis terhadap Tokyo, Osaka dan kota-kota besar lainnya. Setelah AS
menjatuhkan bom
atom di Hiroshima dan Nagasaki,
Jepang akhirnya menyerah
tanpa syarat kepada Sekutu pada 15 Agustus 1945 (Hari
Kemenangan atas Jepang).
Perang
membawa penderitaan bagi rakyat Jepang dan rakyat di wilayah jajahan Jepang.
Berjuta-juta orang tewas di negara-negara Asia yang diduduki Jepang di bawah
slogan Kemakmuran
Bersama Asia. Hampir semua industri dan infrastruktur di Jepang
hancur akibat perang. Pihak Sekutu melakukan repatriasi besar-besaran etnik Jepang dari
negara-negara Asia yang pernah diduduki Jepang. Pengadilan Militer Internasional
untuk Timur Jauh yang diselenggarakan pihak Sekutu mulai 3 Mei 1946
berakhir dengan dijatuhkannya hukuman bagi sejumlah pemimpin Jepang yang
terbukti bersalah melakukan kejahatan perang.
Pada
tahun 1947, Jepang memberlakukan Konstitusi Jepang yang
baru. Berdasarkan konstitusi baru, Jepang ditetapkan sebagai negara yang
menganut paham pasifisme dan
mengutamakan praktik demokrasi liberal. Pendudukan
AS terhadap Jepang secara resmi berakhir pada tahun 1952 dengan ditandatanganinya Perjanjian
San Francisco. Walaupun demikian, pasukan AS tetap
mempertahankan pangkalan-pangkalan penting di Jepang, khususnya di Okinawa. Perserikatan
Bangsa-Bangsa secara secara resmi menerima Jepang sebagai anggota pada
tahun 1956.
Seusai
Perang Dunia II, Jepang mengalami pertumbuhan
ekonomi yang pesat, dan menempatkan Jepang sebagai kekuatan
ekonomi terbesar nomor dua di dunia, dengan rata-rata pertumbuhan produk
domestik bruto sebesar 10% per tahun selama empat dekade. Pesatnya
pertumbuhan ekonomi Jepang berakhir pada awal tahun 1990-an
setelah jatuhnya ekonomi
gelembung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar